Hemat = Hidup

Ada kalimat yang mengatakan, dengan cara hidup sederhana adalah kunci untuk mencegah global warming. Ada yang bilang, bahwa pencetus awal global warming adalah manusia. Hal ini terungkap, karena para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia. Sehingga perubahan iklim yang sangat ekstrim saat ini memang tidak dapat dihindari lagi. Malah, badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan, pada bulan Desember 1977 dan Desember 2000 memiliki pandangan bahwa bencana-bencana alam yang lebih sering dan dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin topan, siklon dan kekeringan akan terus terjadi. Kemudian, suhu global meningkat sekitar 5 derajat C (10 derajat F) sampai abad berikut. Permukaan es di kutub utara makin tipis. Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon dari pohon-pohon, juga menghilangkan kemampuan untuk menyerap karbon dan memacu perubahan iklim.
Tidak dipungkiri, jumlah kendaraan motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680 juta; kendaraan motor termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya emisi carbon dioksida pada atmosfer. Disadari atau tidak selama 50 tahun kita telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber energi yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50 persen dari hutan dunia.
Kesimpulannya adalah keadaan genting yang dialami planet kita sekarang ini karena konsumsi berlebihan, bukan oleh 80 persen penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20 persen penduduk kaya yang mengkonsumsi 86 persen dari seluruh sumber alam dunia.
Akibatnya, contoh riil yang sedang dialami saat ini adalah perubahan iklim yang sangat ekstrim. Fenomena yang baru saja dialami adalah badai tropis yang terjadi Selasa (8/12) kemarin, akibat angin kencang yang sempat menyapu Kota Pontianak dan sekitarnya mampu meluluhlantakkan pesisir Sungai Kapuas, kenaikan air bisa mencapai 1,5 meter dan merendam rumah-rumah penduduk. Malah beberapa ruas jalan dikagetkan dengan genangan air yang cukup tinggi. Padahal, sebelumnya Kota Pontianak sempat memiliki cuaca cerah, namun dalam hitungan detik tiba-tiba berubah menjadi berawan yang diiringi dengan angin kencang.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pontianak mencatat kecepatan angin tertinggi terjadi di Siantan yang mencapai 37 knot/jam dan menyebutkan bahwa angin kencang ini kerap disebut sebagai Badai Tropis atau Typhoon atau Tropical Cyclone.
Menurut literatur yang ada menyebutkan angin kencang ini memiliki pusaran angin dengan diameter sampai dengan 200 km dan berkecepatan > 200 km/jam serta mempunyai lintasan sejauh 1000 km. Tidak heran jika, angin ini mampu membuat kerusakan yang cukup hebat seperti pohon-pohon tumbang dan tercabut akar-akarnya, bangunan-bangunan permanen tersapu dan benda-benda besar atau berat lainnya terangkat dan beterbangan, serta menimbulkan ribuan korban jiwa.
Tentu hal ini menambah sebuah kecemasan baru bagi masyarakat yang sudah kenyang diguncang bencana, karena Gunung Merapi dan Gunung Bromo belum juga usai memuntahkan laharnya, banjir di beberapa daerah, ditambah lagi dengan angin kencang yang tidak diprediksi kehadirannya.
Lalu, masihkah ingin memberikan kontribusi berupa emisi dan pemanasan global yang berkelanjutan. Jika tidak, yuk mari belajar berhemat dan melakukan hal sederhana.



0 komentar: