Teruntuk anakku,
salam sayang selalu
Anakku, hari ini aku sangat bersyukur dapat bertemu denganmu kembali dari pembaringan yang panjang, lelah dari peraduan yang tentu arah. Sesaat kau tampak tersenyum tanpa gundah gulana, indahnya bersamamu.
Anakku, hari ini aku ingin kembali menuangkan cerita untukmu. Cerita tentang sepenggal hidup yang akan kau toreh nanti. Hidup yang akan kau lalui belum tentu kau ketahui, namun perlu kau ingat bahwa perjalanan ini penuh kerumitan, duka yang mendalam, meski hal itu tak mesti engkau lewati.
Anakku, aku saat ini berdiri disampingmu tak selamanya akan mendampingimu, tapi ingatlah akan kasih sayangku padamu, meski aku tak akan pernah berharap belas kasihan darimu.
Anakku, saat aku masih remaja, aku pernah meratap menghadapi kehidupan ini, terlunta-lunta dan terseret-seret pada kenyataan yang tak bersahabat, namun aku tidak patah semangat, atau mencurigai Tuhan yang bermuka garang, apalagi bertengkar dengan-Nya.
Anakku sayang, besar harapanku untuk kejayaanmu kelak, agar kehadiranmu pada ruang dan waktu tiada pernah sepi atau dianggap sepi oleh kehidupan. Aku berharap engkau mampu menakhodai kapal kecil ini agar tak karam hingga ke dasarnya, perkuatkanlah dirimu dengan tenaga tauhid dan
bijaksanalah dalam menghadang ombak yang datang karena kebijakan adalah elok dan menawan.
Anakku, buatlah dunia menangis karena ulahmu yang tegas dan tak kenal belas kasihan pada kejahatan
dunia, lalu permainkan dia sekehendakmu sebelum engkau dipermainkan dan dijadikan seonggok sampah usang yang tiada berguna bagi kehidupan.
Anakku, jangan pernah engkau membiarkan kami menanggung malu, karena prilakumu yang 'haram', kajilah selalu gerak daya hidupmu, kenali gejolak dan sikapmu yang silih berganti, ingatlah bahwa
"Hidup yang tak dikaji adalah hidup yang tak perlu dihidupi dan dijalani......."
Anakku, ini adalah kisah nyata yang patut engkau camkan, jangan pernah engkau lakukan dan ingatlah, hidup ini tidak ada yang bisa menebak, namun hal ini dapat menjadi pelajaran bagimu.
Engkau adalah perempuan manis yang pernah kukandung dan kulahirkan, jadilah anak yang manis bagi kami, jangan pernah engkau seperti perempuan jalang yang pernah kutemui dan akhirnya ia menghabisi nyawa ayahnya hanya lantaran nasehat dan tutur kata yang baik.
Anakku, tutur kata itu tidak selalu menyesatkan untukmu, karena kami tahu akan kebaikanmu kelak, bukan untukmu saja tapi bagi kami.
Cukup.....aku tidak ingin perilaku orang itu tertular padamu, karena kutahu, engkau tidak akan seperti dia. Maka, senantiasalah untuk mendekatkan diri pada-Nya, karena hanya Ia lah yang mampu memeluk ragamu hingga azalmu nanti. Maka kumau jangan nantinya dalam perjalanan hidupmu dan detik-detik akhir napasmu masih saja dunia menertawai, menghinakan dan bersorak-sorai disebabkan kau masih saja bermurung durja dalam meniti kehidupanmu sendiri. Atau kau biarkan hembusan napasmu dengan sumpah serapah dari dunia pertanda si pembual dan si pengacau kebenaran telah tiada. Pun kuingin jangan ikuti langkah mereka yang kematiannya berdarah-darah karena selalu berdusta pada sejarah. Atau mereka yang menyembunyikan kebenaran karena takut akhirnya mati ditikam ketakutannya sendiri. Berarti yang harus kau lakukan adalah senyum menawanmu karena kau paham akan rahasia-rahasia kehidupan, dalam mengenali misteri diri dan alam serta selimut kegaiban Tuhan, kemudian isilah perjalananmu dengan tertawa sepuas mungkin untuk menertawai dunia yang penuh kepalsuan-kepalsuan yang menjemukan, kemudian biarkan saja dunia menangis sejadi-jadinya melihat kepergianmu, sebagai saksi dari anak pejalan yang sahid di dalam perjalanannya.
Tersenyumlah yang manis untuk kami anakku,
Yogyakarta, 27 Oktober 2009
0 komentar:
Posting Komentar