Pilih-pilih Parpol



Foto : aku diantara awak Borneo Tribune foto ria bersama Siska dari Departemen Pendidikan Kedutaan Besar Australia


Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) tak lama lagi akan digelar, proses pemuktahiran data yang dilakukan oleh masing-masing KPU di daerah pun telah selesai.
Usai pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) partai pun mulai memoncongkan diri, masing-masing mencari pilihan dan gandengan. Tidak dipungkiri, parpol yang telah berkoalisi berlomba-lomba mencalonkan diri sebagai Capres, karena menganggap Wapres hanya sebagai ban serep.
Di satu sisi, hasil perembukan koalisi adalah untuk membangun komunikasi untuk menghadapi Pemilu 2009, namun di sisi lain akan timbul beberapa kekecewaan akibat kekalahan dan kemenangan.
Koalisi yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian menjelang pemilihan presiden (pilpres) memunculkan sejumlah analisis. Beberapa analisis yang terangkum media menyatakan bahwa dilematis dan buah simalakama telah bertengger di tubuh calon presiden.
Alhasil, beberapa parpol merasa kecewa dengan keputusan yang dipikir tidak masuk diakal. Menurut sebagian parpol, keputusan tersebut merupakan keputusan bunuh diri.
Contohnya saat ini, panasnya hubungan SBY-Budiono telah menimbulkan beberapa kontorversi, baik dari kalangan mahasiswa, pengamat dan pemimpin-pemimpin parpol, yang menganggap bahwa SBY ingin menghindari konflik partai.
Hingga saat ini, realita masih menunjukkan bahwa SBY akan bergerak cepat dalam mengoordinasi program pemerintahan, namun ia juga perlu memilih cawapres yang tepat agar benar-benar bekerja secara intensif.
Dari wapres sebelumnya dan cawapres yang akan mendampingi SBY tidak ada bedanya, dari pemaparan beberapa media, mengatakan bahwa Boediono adalah penganut neoliberalisme, karena, selama menangani tugas di bidang ekonomi, banyak program yang justru mewujudkan ekonomi kerakyatan, seperti melalui perbankan, dengan program kredit mikro dan usaha kecil, jika Boediono sebagai wapres akan lebih berkonsentrasi kepada tugasnya, dibanding menangani persoalan lain.
Tidak ada bedanya dengan JK, ia memang banyak terobosan. JK juga sangat cepat karena sebagai pebisnis. Bahkan pebisnis berani bayar walaupun barang belum ada.
Namun, kecepatan JK seperti layaknya kecepatan dalam bisnis, yang tetap dipratikkan dalam politik, terutama dalam kaitan hubungan presiden-wapres. Kecepatan JK seolah mendominasi atau melampaui dalam menangani tugas pemerintahan dengan presiden.
Pilihan ini jelas telah menghasilkan pilihan untuk menegakkan sistem presidensial. Pilihan ini akan memperkeras dikotomis antara nasional dan islamis, yang selama ini hampir menghilang. SBY nasionalis sehingga, idealnya, cawapresnya berasal dari Islamis. Demikian singkat kata dari anggota fraksi PAN yang menyatakan bahwa pilihan tersebut dapat menjadi blunder politik yang fatal.

1 komentar:

blogan(blog juragan) mengatakan...

salam kenal.... sama2 dari pontianak...